Impianku Kebahagiaanku



Udara semakin dingin, namun tidak mematahkan semangatku untuk bisa sampai dipuncak  gunung. Namaku Ratna, aku adalah seorang gadis yang mempunyai mimpi untuk bisa menaklukkan gunung-gunung yang ada di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Namun impian ku itu ditentang oleh kedua orang tuaku. Orang tuaku melarang ku untuk naik gunung karena ada alasannya, mereka tidak mau nasibku sama seperti kakaku dua tahun lalu.

Kakakku adalah seorang mahasiswa di sebuah universitas di Bandung. Dia bergabung dengan komunitas pendaki gunung di kampusnya. Pada saat itu komunitasnya mengadakan pendakian di gunung Mahameru tepatnya di Jawa Timur. Mereka berangkat dari Bandung pukul 06.00 dan sampai disana malam. Mereka memulai pendakian pagi-pagi. Untuk sampai dipuncak mereka membutuhkan waktu kurang lebih empat hari. Saat hampir mendekati puncak tiba-tiba ada gempa yang berkekuatan tidak terlalu kuat namun membuat batu-batu yang ada dipuncak gunung berjatuhan hingga kakaku terhamtam batu yang bukurannya cukup besar. Kejadian itu membuat kakaku mengalami koma selama satu minggu dan akhirnya meninggal.

Itulah yang menyebabkan orang tuaku melarang keras aku untuk naik gunung. Tapi aku tidak patah semangat untuk meyakinkan orang tuaku kalau aku akan baik-baik saja selama di puncak gunung.

Aku adalah seorang mahasiswa di Jogja. Aku juga tergabung dengan komunitas pendaki gunung. Orang tuaku tidak tahu kalau aku bergabung dengan komunitas tersebut. Dikomunitas itulah aku bertemu dengan Galih. Galih adalah kekasihku kami sudah menjalin hubungan selama kurang lebih delapan bulan tepatnya semenjak aku bergabung dengan komunitas tersebut.

Satu minggu lagi kami akan mengadakan pendakian digunung Sindoro. Sebelum berangkat kami harus menyiapkan fisik. Setiap sore para anggota komutas berolahraga tidak terkecuali aku. Aku berlari-lari kecil mengelilingi lapangan yang deket kampus sambil mendengarkan musik. Dari arah belakang Galih menyusulku lalu menepuk punkakku.

”Kamu capek? Minum dulu nih.” Tanya Galih sambil menyodorkan  minuman kepadaku.

“Makasih ya.” Aku mengambilnya dan langsung meminumnya.

”Sampai mana persipanmu untuk mendaki gunung nanti?”

“Udah siaplah pokokya.”

“Bgaus deh kalau begitu.”

Kamipun melanjutkan lari-larinya. Jam menunjukkan pukul setengah sebelas. Kami semua memutuskan untuk beristirahat. Sebelum pulang kerumah masing-masinng atau kos masing-masing kami berkumpul terlebih dahulu untuk membahas kesiapan mendaki nanti. Setelah selesai kumpulannya kami semua pulang begitu juga dengan ku, aku pulang jalan kaki karena jarak dari kos ku sampai kekampus tidak terlalu jauh. Galih mengantarkanku pulang. Sebelum pulang ke kos Galih mengajak ku jalan-jalan sebentar untuk menghirup udara segar. Kami mengunjungi taman yang sering kami datangi. Tiba-tiba hujan cukup deras. Galih memegang tanganku dan menyeretku untuk mencari temapat yang teduh.

“Ayo kita cari tempat berteduh”. Galih memegang tanganku.

“Gak ah, aku suka hujan”. Aku melepaskan tanganku dari genggaman Galih.

“Nanti kamu sakit loh”.

“Gak aku sudah biasa hujan-hujanan jadi gak akan sakit. Aku suka hujan”.

“Kenapakamu suka hujan?”.

“Bagi katak hujan itu membawa kabahagiaan, begitu juga denganku”.

“Yaudah aku temani hujan-hujanan ya”.

Aku dan Galih menikamtai setiap tetesan air yang jatuh ditubuh kami. Sangking asyiknya kami hujan-hujanan kami tidak menyadari hujan telah berhenti. Akhirnya akupun pulang ke kos begitu juga dengan Galih.

Sampai dikos aku langsung mandi. Setelah mandi aku membaca novel untuk mengisi waktu luang. Tiba-tiba ponselku berbunyi dan panggilan yang masuk itu dari ibuku

“Assalamualaikum bu”. Aku mengangkat panggilan dari ibuku.

“Walaikum salam dek, gimana kabarmu?”.

“Alhamdulillah baik bu”.

“Kulaihmu gimana dek?”.

“Alhamdulillah buk lancar”.

“Alhamdulillah kalau kamu baik-baik saja. Ibu Cuma mau nyampaiin kalau kamu disana jaga dirimu ya”.

“Iya buk”.

“Yaudah kalau gitu, wassalamualaikum.”

“Waalaikum salam.”

Setelah selasai bicara dengan ibuku lewat telepon aku langsung tidur.

Hari ini kuliah libur. Aku dan Galih berencana untuk memebeli perlengkapan mendaki untuk ku nanti, karena aku pendaki pemula jadi perlengkapan yang aku punya kurang lengkap. Kami mendatangi toko peralatan mendaki dan mencari barang-barang yang aku butuhkan. Setelah barang-barang yang kami cari sudah ketemu kami melanjutkan perjalanan ke tempat bermain sekedar mencari hiburan. Setelah seharian jalan-jalan kami pun pulang ke kos masing-masing dan beristirahat untuk memulihkan tenaga untuk besok.

Hari demi hari berganti cukup cepat, tidak disadari bahwa hari ini sudah tiba saatnya pendakian ke gunung Sindoro. Sebelum berangkat kami memanjatkan doa terlebih dahulu supaya lancar semuanya tidak ada hambatan. Kami berangkat dari Jogja pukul lima sore sampai disana kurang lebih pukul setengan tujuh malam. Karena kami samapai di sana malam jadi kami menginap dipenginapan dekat-deket sini. Esok adalaah hari yang melelahkan jadi malam ini aku beristirahat penuh agar besok tidak terlalu kecapek an.

Hari ini adalah hari pertama pendakian, untuk sampai di puncak membutuhkan waktu kurang lebih 6-7 jam, dan untuk turunnya kurang lebih 2-3 hari, jadi waktu yang dibutuhkan dalam pendakian ini yaitu sehari. Agar tidak menganggu perjalanan kami semua mematikan ponsel kami. Kalaupun ponselnya diaktifkan juga tidak ada sinyal disana. Perjalanan kami mulai pada pukul enam pagi dan sampai dipos pertama membutuhkan waktu 20  menit dengan mengikuti jalan setapak ditengah-jalan kebun teh. Pos 1 merupakan pondok teh yang terletak ditepi jalan makadem. Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 dapat ditempuh dalam waktu 30 menit. Pendakian dilanjutkan menuju pos 3 selama 30 menit. Pos 3 merupakan batas kebun teh dan ilalang. Dari sisni pendakian kami teruskan melalui medan terbuka dan cendrung menanjak selama 3 jam akan tiba di Tebing Jeblugan Alit atau yang lebih dikenal dengan Watu Susu.dari Watu Susu ke Sabana dapat ditempuh selama 1,5 jam. Di Sabana ini biasa dipakai untuk camp bagi pendaki. Namun kami tidak akan membuat tenda disini karena waktunya masih bisa untuk menuju ke puncak kamipun melanjutkan perjalanan. Dan perjalanan selanjutnya dari sabana menuju kepasar setan ditempuh dalam waktu 10 menit. Tidak jauh dari pasar setan terdapat makam Joko Negoro. Dari Pasar Setan ke puncak Sindoro dapat ditempuh dalam waktu 10 menit melalui jalan berbatu dan menanjak. Dari atas gunung Sindoro ini kami dapat melihat gunung-gunung yang lain seperti Sumbing, Merapi, dan Merbabu. Disini udaranya cukup dingin, suhunya hampir 2 derajat celcius. Unrungnya Galih sudah meeberi tahuku untuk membawa jaket standar pendakian jadi disini aku merasa tidakterlalu kedinginan.

Aku menikmati pemandangan di puncak gunung. Sangking terpesonanya sampai aku tidak menyadari bahwa Galih sudah berada disampingku cukup lama.

“Gimana enak gak mendaki gunung itu.” Galih bertanya kepadaku

“Perjalannyanya sih sedikit melelahkan tapi setelah sampai dipuncak terbayar semua rasa lelah itu dan rasanya WOW AMAZING banget.” Aku menjawab peranyaan dari Galih dengan semangat

“Kalau ada acra mendaki lagi kamu mau gak?”

“Jangan ditanya lagi, pasti aku mau banget, aku ketagihan nih jadinya.”

“Tapi orang tuamu bagaimana?”

“Ah itu ya? Aku juga bingung gimana nanti jelasinnya”.

“Jaudah nanti kalau kamu mau jeklasin aku akan membantu.”

“Benerean?”

“Iya, supaya nanti kita bisa melihat keindahan di puncak gunung baersama.”

Keasyikan ngobrol dengan ditemani pemandangan yang indah kami hampir lupa belum makan dari tadi. Kami pun makan dengan makanan yang sudah dibawa sebelumya. Setelah kami puas menikmati pemandangan kami pun turun dari gunung Sindoro. Perjalanan untuk turun kurang lebih memakan waktu 2-3 jam, kami dari puncak gunung pukul setengah tiga.

Kami tiba di bawah kurang lebih pukul lima sore. Sebelum pulang ke Jogja kami berdoa terlebih dahulu. Setelah itu kami langsung pulang ke Jogja. Setalh sampai di Jogja kami langsung pulang kerumah atau kekos masing-masing. Kali ini Galih tidak mengantarku karena dia harus mengurusi setelah pendakian.

Sesampainya dikos ternyata ada ibuku disana.

“Kamu dari mana saja kok baru pulang, ibu sudah menunggu dari jam satu siang tadi, ponselmu juga gak bisa dihubungi.” Ibu bicara dengan nada tinggi.

“Aku aku, aku baru ada camping bu.” Aku menjawab dengan nada terbata-bata dan takut

“Kata temenmu kamu kegunung”

“Ehmmm.”

“Kenapa gak dijawab”.

“Aku aku”.

Sebisa mungkin aku menghubungi Galih lewat Sms

            “Galih kesini, dikosku ada ibu dia marah-marah, dia sudah tau kalau aku mendaki.’

“Ibukan sudah melarang kamu untuk mendaki gunung, kenapa kamu melanggar larangan dari ibu, kamu mau nasibmu sama dengan kakakmu, sekarang ibu Cuma punya kamu jadi ibu gak mau kamu kenapa-kenapa.”

Tidak lama kemudian Galih datang.

“Assalamualaikum, perkenalkan bu saya Galih temannya Ratna’. Galih memperkenalkan dirinya ke ibuku.

“Gini bu saya mau jelaskan tentang Ratna yang mendaki gunung.” Sambung galih

“Oh jadi kamu yang ngajak-ngajak Ratna untuk melakukan hal-hal yang dapat membahayakan dirinya.”

“Ibu bukan dia yang salah, aku mendaki gunung karena itu sudah menjadi kesukaanku, aku sudah pernah mendaki tapi hasilnya aku baik-baik saja bu aku bisa jaga diriku sendiri aku seudah besar sekarang jadi aku bisa ngurus diriku sendiri”

“Tapi ibu kawatir sama kam.”

“tenang bu saya akan menjaga Ratna, dan saya akan menjamin Ratna akan baik-baik saja”.

“Kamu janji?”.

“Iya bu saya janji”.

“Yaudah ibu akan membolehkanmu untuk melakukan hal-hal yang kamu inginkan, tapi kamu harus jaga dirimu dengan baik.”

“Iya bu aku janji.”

Setelah perdebatan yang alot dan berujung dengan diperbolehkan aku mendaki gunung ibu pun langsung pulang.

“Makasih ya Galih kamu sudah membantuku.” Aku memegang tangan Galih.

“Iya sama-sama, kan aku sudah janji untuk membantu kamu agar kita bisa melihat keindahan puncak gunung bersama-sama.”

Setelah kejadian itu aku terus ikut event-event pendaki gunung, dari gunung yang rendah sampai yang tinggi. Kini akudan Galih berencana untuk bisa menaklukkan Mount Everest yang mempunyai ketinggian 8.848m.




Komentar

Postingan Populer