Klasifikasi Bunyi Suprasegmental

A.    Bunyi Suprasegmental
Telah dijelaskan bahwa bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada yang disegmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau dipisah-pisahkan, misalnya semua bunyi vokaid dan kontoid. Bunyi-bunyi yang bisa disegmenkan ini disebut bunyi segmental. Tetapi, ada juga yang tidak bisa disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menindihi, atau “menemani”bunyi segmental (baik vokoid maupun kontoid). Oleh karena sifatnya yang demikian, bunyi itu disebut bunyi suprasegmental.
Oleh para fonetis bunyi suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenisyang menyangkut aspek :
 (a) tinggi rendah bunyi (nada)
 (b) keras lemah bunyi (tekanan)
 (c) panjang pendek bunyi (tempo)
(d) kesenyapan (jeda)

1.      Tinggi-rendah (nada)
Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada, baik nada tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suar, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Meski tegang pita suara, yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut.begitu jiga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi.
Nada itu menjadi perhatian fonetiskarena secara linguistis berpengaruh dalam suatu sistem linguistik tertentu. Misalnya, nada turun biasanya menandakan kelengkapan tutur, sedangkan nada naik menandakan ketik lengkapan tutur.
2.      Keras-lemah (tekanan)
Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan pun tidak pernah lepas dari keras atau lemahnya bunyi. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan energi otot ketika bunyi itu diucapkan. Suatu bunyi dikatakan mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih besar ketika bunyi itu diucapkan. Sebaliknya, suatu bunyi dikatakan tidak mendapat tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih besar ketika kecil ketika bunyi itu diucapkan..
Walaupun dalam praktiknya kerasnya bunyi juga berpengaruh pada ketinggian bunyi, karena energi otot berpengaruh juga pada ketegangan pita suara,kedua bunyi suprasegmental ini bisa dibedakan, buktinya, tekanan keras dengan nada rendah pun bisa diucapkan oleh penutur bahasa. Hal ini sangat bergantung pada fungsinya dalam berkominukasi.
3.      Panjang-pendek (durasi)
Bunyi-bunyi suprasegmental juga dapat dibedakan dari panjang pendeknya ketika bunyi itu diucapkan . bunyi panjang untuk vokoiddiberi tanda satuan mora,yaitu satuan waktu pengucapan, denga tanda titik.. tandatitik satu (.) menandakan satu mora, tanda titik dua (:) menandakan dua mora, tanda titik tiga (:.) menandakan tiga titik mora. Sementara itu bunyi-bunyi untuk kontoiddiberi tanda rangkap dengan istilah geminat.
4.      Kesenyapan (jeda)
Yang dimaksud dengan penghentian adalah pemutusan suatu arus bunyi-bunyi segmental ketika diujarkan oleh penutur. Sebagai akibatnya, akan terjadi kesenyapan diantara bunyi-bunyi yang terputus itu. Kesenyapan ini biasa berada diposisi awal, tengah, dan akhir ujaran.
Kesenyapan awal terjadi ketika bunyi itu akan mengujarkan kalimat ini buku terjadi kesenyapan yang tak terbatas sebelumnya. Kesenyapan tengah terjadi antara ucapan kata-kata dalam kalimat , misalnya antara ucapan kata ini dan buku pada ini buku , atau ucapan antar suku kata, misalnya antara suku kata i dan ni pada kata ini, walaupun kesenyapan itu sanagt singkat. Kesenyapan akhir terjadi pada akhir ujaran.


Refrensi : Muslich, Masnur. 2011. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta. PT.Bumi Aksara.

Komentar

Postingan Populer