Jangan Lepaskan Tanganku
Malam itu
hujan turun cukup deras. Sania baru saja pulang dari pesta ulang tahun
temannya. Malam itu Sania menyetir mobil dengan keadaan mabuk dan terjadilah
kejadian yang tidak ia inginkan. Mobilnya oleng dan menabrak mobil yang ada di
depan mobilnya hingga terjaddi tabrakan beruntun. Kejadian cukup singkat hingga
ia tidak tahu kejadian secara ditail. Sania dibawa kesumah sakit oleh salah
satu warga yang ada disekitar tempat kejadian itu. Tidaklama kemudian sang ibu
datang. “Bagaimana keadaan anaksaya pak?”. Ibu Sania bertanya kepada salah satu
bapak-bapak yang membawa Sania kerumah sakit. “Saya belum tau bu, dokternya
belum keluar”. Kemudian doketer keluar
“Keluarga mbk Sania”. Tanya dokter setelah
keluar dari ruangan ICU.
“Iya pak saya ibunya”. Iu Sania pun
menjawabnya
“mari bu
ikut saya keruangan”.
Dokter dan
ibu Sania beranjak meninggalkan tempat dan langsung menuju ke ruangan dokter.
“Begini bu,
kecelakaan yang dialami mbk Sania cukup parah, tangan harus diamputasi, kalau gak diamputasi malah
akan tamabah parah nantinya”. Pembicaraan dibuka oleh dokter.
“Apa dok?
Anak saya akan cacat dong?”. Ibu Sania kaget setelah mendengar perkataan
dokter.
‘Ini adalah
solusi yang paling tepat, kalau ibu setuju kami akan segera mempersiapka
operasinya”.
“Apa tidak
ada solusi lain dok?”.
“Tidak ada
bu”.
“Baiklah dok
kalau itu memang yang terbaik buat anak saya”.
Operasi berjalan denga lancarr tidak
ada hambatan apapun. Sania belum sadar juga setelah usai operasi. Ibunya setia
menunggu disamping ranjang tempat tidur sania. Sania siuman, ia bingung dimana
ia sekarang berada . ia menggerakkan tangannya tapi terasa sakit karena jahita
operasinya belum kering betuldan ia melihat tangannya yang sudah tidak ada
dua-duanya.
“Ibu tangan
Sania kemana?”. Sania bertanya kepada ibunya
“Sabar nak ,
kecelakaan yang kamu alami kemarim memeksakan tanganmu diamputasi”. Ibunya menjelaskan dengan isak tangis
“Apa bu
tangan ku diamputasi?. Aku tidak mau cacat bu”. Sania menangis dan sang ibu
menenangkannya.
Keadaan Sania sudah membaik dan ia
diizinkan untuk pulang, dia masih tidak menerima kondisinya sekarang. Dia
mngurung diri dikamarnya tidak mau kelur dan tidak mau makan. Inni membuat sang
ibu khawatir Sania sakit. Ibunya membujuk Sania untuk keluar tapi ia kekeh
tidak mau keluar.
“Ayolah nak
keluar dulu makan nanti kamu sakit”. Bujuk sang ibu
“Untuk apa
aku makan kalau aja saja tidak bisa memegang makanan itu”.
“Kamu harus
menerima kondisi kamu sekarang. Iu akan menyuapi kamu”.
“Tidakmau
bu, sekarang ibu pergi kerja saja gak usah ngurusin aku”.
Ibunya pun
dengan berat hati meninggalkan Sania, karena ia harus bertnaggung jawab dengan
pekerjaannya, ia tidak mungkin meningglakan pekerjaannya terlalu lama lagi.
Hari-hari Sania sekarangia habiskan
dikamar sendirian merenungkan nasibnya yang malang itu. Ia eran waktu ia sakit
kemana semua temannya kenapa gak ada yang menjenguknya, padahal sebelum
kecelakaan mereka berpesta bersama tapi sekarang sms aja gak ada. Ternyata
kabar Sania kecelakaan dan tangannya harus diamputasi sudah menyebar
disekolahnya. Teman-temannya malau kalau masih berteman dengan seseorang yang
cacat. Mereka takut kalau nanti Sania hanya merepotkan mereka.
Kondisi sania semakin buruk. Ia
harus kehilangan kedua tangannya dan semua teman-temannya. Tapi sang ibu tidak
menyerah menghibur sania. Ia terus berusaha menguatkan sania untuk melanjutkan
hidupnya. Ia melatih sania untuk melakukan kebutuhan dirinya dengan sendiri,
misalnya mandi, memakai baju, makan dan kebutuhan sehari-harinya. Karena sang
ibu tahu bahwa ia tidak selalu bisa berada disisi sania karena ia harus
menafkahi keluarganya sejak ayahnya sania meninggal empat tahun yang lalu maka
ibunyanya lah yang menggantikan peran seorang ayah bagi sania.
Sania sedikit-sedikit sudah terbiasa
menjalani hidup barunya, ia malakukan kebutuhan sehari-harinya dengan sendiri
misalnya mandi dan memakai baju, tapi ia belum terbiasa makan tanpa menggunakan
tangan. Sang ibu mengajarinya untuk makan menggunakan kaki, karena tidak
mungkin Sania makan langsung dari piringnya. Tapi ia kesal karena tidak bisa
sudah dicoba beberapa kali, sang ibu pun tidak putus asa dia menyamangati Sania
untuk terus mencoba. Dan lagi-lagi Sania gagal. Dia marah kepada ibunya dan
langsung pergi meninggalkan ibunya.
Dikamar Sania melamun memikirkan apa
yang akan terjadi dimasa depannya dengan kondisinya sekarang.
“Sania, kamu
sudah tidur nak?”. Sang ibu menegtuk pintu sania
“Belum bu”.
Ibunya pun masuk ke kamar Sania.
“Kamu sudah
makan nak?”. Tanya Ibu kepada Sania yang sedang berbaring diranjangnya.
“Belum”.
“Lho kok
belum, sana makan dulu”.
“Mau makan
pakai apa tangan saja tidak punya”.
“Kamu jangan
bilang begitu, diluar sana banyak yang lebih parah dari kondisi kamu sekarang,
mereka mau cari makan saja susah, kamu makan yang tinggal ambil, kamu harusnya
lebih bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadamu. Untung saja
Allah hanya mengambil kedua tangan mu, giaman kalau Allah yang mengambil
nyawamu?”
“Ya udah bu
Sania mau makan”
“Ayo ke
ruang makan bareng sama ibu”.
Sania makan
menggunakan kakinya. Ibunya memang menyuruh dia supaya tidak bergantung kepada
orang lain, karena iniadalah hidupnya maka ia harus bergantung kepada hidupnya
sendiri.
Sekarang
hari-hari Sania semakin bahagia ia disekolah barunya mendapatkan teman yang
jauh lebih baik dari temn-teman sebelumnya.ibunya pun sekarang sudah sedikit
mengurangi peker
Komentar
Posting Komentar